Total Tayangan Halaman

Kamis, 22 Desember 2011

TESIS


BAB II
LANDASAN TEORITIS


A.                Konsep Dasar tentang Kepemimpinan
a)                 Kepemimpinan
Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan, definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi kelompok dan budayanya, serta mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktifitas-aktifitas untuk mencapai sasaran.
Menurut Suharsimi Arikunto kepemimpinan adalah usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi anggota kelompok agar mereka dengan suka rela menyumbangkan kemampuannya secara maksimal demi pencapaian tujuan kelompok yang telah ditetapkan.
Hadari Nawawi berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang dilakukan.
Paul Harsey dan Ken Blanchard menyebutkan pengertian lain dari para ahli lainnya mengenai kepemimpinan antara lain:
·           Menurut George R. Tery kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela.
·           Robert Tannen Baun, Irving R. Weschler dan fred Mescarik mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang dilakuakan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses kominikasi pada pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.
·           Harold Konntz dan Cyril O’Donnel mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama.
Meskipun masih banyak definisi atau pengertian tentang kepemimpinan yang dikemukakan para ahli lainnya, namun demikian pada dasarnya definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan konseptual, bahwa kepemimpinan merupakan suatu tindakan atau aktifitas kegiatan untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan demikian pengertian kepemimpinan tersebut dapat timbul dari mana saja asalkan unsur-unsur dalam kepemimpinan itu terpenuhi, antara lain: adanya orang yang mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi, adanya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, adanya aktifitas, interaksi dan otoritas.
Melihat beberapa unsur tersebut, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk beraktifitas, memimpin, menggerakkan, atau mempengaruhi bawahan, melakukan koordinasi serta megambil keputusan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Donald Clark (1997) menyatakan;
"The basic of good leadership is honourable character and selfless service to your organization. In your employee's eyes, your leadership is everything you do that effects the organization's objectives and their well being. A respected leader concentrates on what she is (be) (beliefs and character), what she knows (job, tasks, human nature), and what she does (implement, motivates, provide direction).

Syarat-syarat menjadi pemimpin yang baik adalah  sebagai berikut:
·           Setia terhadap organisasi, tidak mementingkan diri sendiri dan memiliki tangggung jawab yang tinggi.
·           Memiliki watak yang baik. Seperti: jujur, terampil, memiliki komitmen yang tinggi, memiliki integritas, memiliki keberanian dan konsep dalam mengambil tindakan dan keputusan.
·           Mengetahui faktor-faktor kepemimpinan.
·           Mengenali potensi diri,. Contohnya kekuatan dan kelemahan diri, pengetahuan dan keterampilan.
Siagian (1982) mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut:
“Keterampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah, dalam berfikir dan bertindak agar perilaku yang semula mungkin idividualistik dan ego sentrik berbuah menjadi perilaku yang organisasional. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang bersifat keperilakuan (behavioral)”.

Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik beberapa ide pokok yakni:
1.         Kepemimpinan merupakan suatu faktor pada diri seseorang yang dapat ditumbuhkan, dipupuk dan dikembangkan.
2.         Efektivitas kepemimpinan seseorang tidak semata-mata tertuju ke bawah, yaitu kepada sekelompok orang yang menjadi bawahannya akan tetapi juga secara horizontal terhadap rekan-rekannya setingkat dan bahkan juga vertikal ke atas yaitu terhadap pimpinan yang secara hirarkis lebih tinggi dari padanya.
3.         Wajar dan manusiawi bagi seseorang untuk berusaha keras dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadinya tanpa melupakan bahwa sekarang ini tidak ada kebutuhan pribadi yang dapat dipenuhi sendiri tanpa tergantung pada orang lain atau dengan jalan bergabung dalam berbagai organisasi.
Dalam mencapai usaha memenuhi kebutuhan  pribadi dan mencapai tujuan pribadi terkadang orang menunjukan perilaku yang tampak seperti mementingkan diri sendiri, namun perlu diketahui bahwa perilaku yang nampak seperti egois individualistik tidak sesantiasa bermuara pada hal yang negatif terhadap pembinanaan usaha kerjasama yang serasi, melainkan perilaku tersebut perlu diarahkan pada perilaku organisasional yang diharapkan dari organisasi secara keseluruhan.
b)                  Fungsi Kepemimpinan
Dalam kehidupan organisasi, fungsi kepemimpinan adalah sebagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu.
Proses kepemimpinan pada dasarnya merupakan interaksi antara manusia dengan makhluk sosial. Kepemimpinan tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan situasi sosial yang terbentuk dan sedang berlangsung di lingkungan suatu organisasi. Oleh karena situasi itu selalu berkembang dan dapat berubah-ubah, maka proses kepemimpinan tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan rutin yang diulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/berbuat yang dapat digunakan secara persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagi berbeda di lingkungan suatu organisasi. Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak yang efektif dari seorang pemimpin tidak dapat ditiru secara tepat dengan mengharapkan hasil yang sama efektifnya oleh pemimpin yang lain. Cara bertindak sama di lingkungan organisasi yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak sama, maka hasilnya juga akan berbeda.
Cara bertindak dari seorang pemimpin didasari oleh keputusan yang ditetapkannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan menganalisa situasi sosial organisasinya. “Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha mengembangkan situasi sosial yang bersifat kebersamaan yang mampu memberikan dukungan positif terhadap keputusan yang ditetapkannya”.
Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan tersebut memiliki dua dimensi utama yaitu kemampuan pemimpin dalam mengarahkan (direction) dan tingkat dukungan (support) dari anggota organisasi, yang secara operasional dibedakan menjadi lima pokok fungsi kepemimpinan antara lain:

1)        Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, kapan, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan menggerakkan dan memotifasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2)        Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan putusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan.
3)        Fungsi partisipatif
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilaksanakan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
4)        Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat dan menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pimpinan yang memiliki persamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.
5)        Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Berkaitan dengan fungsi kepemimpinan, sebagaimana mengutip pendapat Ruch bahwa ada tiga fungsi utama dari pemimpin antara lain:
1.         Seorang pemimpin bertugas memberikan struktur yang jelas dari situasi-situasi yang rumit yang dihadapi oleh kelompoknya (Structuring the situation).
2.         Seorang pemimpin bertugas mengawasi dan menyalurkan perilaku kelompok yang dipimpinnya (controlling group behavior). Ini juga berarti bahwa seorang pemimpin bertugas mengendalikan perilaku anggota kelompok dan kelompok itu sendiri.
3.         Seorang pemimpin bertugas sebagai juru bicara kelompok yang dipimpinnya (spokesman of the group). Seorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan-kebutuhan kelompok yang dipimpinnya ke dunia luar, baik mengenai sikap kelompok, tujuan, harapan-harapan atau hal-hal yang lain.
Krech dan Crutchfield mengemukakan pendapat mengenai fungsi pemimpin, bahwa pemimpin itu sebagai:
1.         Seorang eksekutif, yaitu ikut berkiprah dalam mencapai tujuan kelompok, juga bertanggung jawab atas pelaksanaan hal-hal yang telah digariskan dalam kelompok yang dipimpinnya.
2.         Seorang perencana, yaitu pemimpin bertugas membuat rencana kegiatan dari yang dipimpinnya. Apa yang semestinya dikerjakan oleh kelompok perlu direncanakan, digariskan oleh pemimpin.
3.         Seorang pembuat kebijakan, yaitu pemimpin menentukan kebijakan kelompok yang dipimpinnya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4.         Seorang Ahli, yaitu pemimpin sebagai sumber informasi dari anggota kelompok yang dipimpinnya. Sehingga diharapkan seorang pemimpin adalah seorang yang ahli dalam bidang yang dipimpinnya.
5.         Seorang yang mewakili kelompok keluar, yaitu pemimpin mewakili kelompoknya ke dunia luar kelompoknya. Pemimpin sebagai cerminan sifat-sifat atau kepribadian kelompok yang dipimpinnya.
6.         Seorang pengontrol perilaku atau hubungan para anggotanya. Karena itu seorang pemimpin harus peka terhadap keadaan atau situasi dalam kelompoknya.
7.         Seorang pemberi hadiah atau hukuman. Seorang pemimpin dalam keadaan yang diperlukan perlu memberikan hukuman atau hadiah.
8.         Seorang penengah atau pelerai, yaitu seorang pemimpin bertugas sebagai pelerai atau sebagai penengah bila dalam kelompok terdapat perselisihan diantara para anggota, dan pemimpin juga berkewajiban untuk memulihkan kembali hubungan yang kurang baik itu.
9.         Seorang panutan, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjadi panutan, menjadi teladan baik dalam ucapan maupun dalam perilaku dari yang dipimpinnya.
10.     Seorang pengambil alih tanggung jawab, yaitu bahwa seorang pemimpin berkewajiban mengambil alih tangguing jawab atas tindakan anggotanya, disadari atau tidak seorang pemimpin ikut memikul tanggung jawab segala tindakan dari yang dipimpinnya.
11.     Seorang simbol dari kelompok, bahwa seorang pemimpin merupakan lambang dari yang dipimpinnya.
12.     Seorang idealis, bahwa seorang pemimpin perlu benar-benar memahami ideologi kelompoknya, sehingga dalam kepemimpinannya akan sesuai dengan aspirasi yang ada dalam kelompoknya. Seorang pemimpin harus mempunyai pendirian kuat agar tidak mudah terombang-ambing oleh pengaruh dari luar kelompoknya.
13.     Figur seorang ayah, yaitu sebagai tempat identifikasi, pencurahan isi hati dari para anggota kelompoknya.
14.     Kambing hitam, yaitu seorang pemimpin harus bersedia menjadi kambing hitam, keadaan ini terutama akan terjadi bila kelompok yang dipimpinnya membuat kesalahan, hal tersebut biasanya akan dilemparkan kepada pemimpin.
Seluruh fungsi tersebut diselenggarakan dalam aktifitas kepemimpinan secara integral. Adapun dalam pelaksanaannya pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja, mampu memberikan petunjuk yamg jelas, berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerjasama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggung jawab masing-masing, berusaha menumbuh-kembangkan kemampuan memikul tanggung jawab, mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.
Fungsi kepemimpinan dalam kehidupan organisasi adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Tetapi untuk merumuskan apa yang menjadi fungsi kepemimpinan adalah sulit, sama sulitnya memberikan definisi kepemimpinan itu sendiri. Kesulitan ini terjadi sebab kepemimpinan menarik perhatian para ahli untuk menelitinya, sehingga melahirkan penelitian kepemimpinan yang berbeda-beda, hampir sebanyak para ahli yang melakukan penelitian. Masing-masing penelitian berdiri sendiri tidak saling terkait sesuai dengan latar belakang konsep yang dimiliki oleh pakar.
Dalam proses kepemimpinan selalu terlihat titik berat yang berbeda dalam mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan, antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya. Diantaranya ada yang lebih mengutamakan fungsi instruktif, sedang yang lainnya menerapkan fungsi delegasi, yang berikutnya partipasi dan lain-lain. Disamping itu mungkin pula ada yang melaksanakannya dalam bentuk kombinasi. Perbedaan-perbedaan tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai tipe kepemimpinan.
Melihat fungsi-fungsi tersebut tidaklah ringan beban yang diemban oleh seorang pemimpin, sehingga sudah barang tentu untuk menjadi pemimpin dituntut persyaratan-persayaratan tertentu agar dalam melaksanakan kepemimpinannnya dapat berlangsung dengan baik.
c)                  Pendekatan Kepemimpinan
Pada dasarnya, tinjauan menyeluruh mengenai jenis-jenis pendekatan kepemimpinan sangat bermacam-macam, karena kepemimpinan telah dipelajari melalui berbagai cara yang berbeda-beda tergantung pada konsepsi kepemimpinan dan pilihan metodologi para penelitinya. Sehingga studi kepemimpinan hanya memperlakukan atau dihadapkan pada satu aspek yang sempit seperti pengaruh bawahan atau sifat-sifat pribadi, atau perilaku yang satu sama lain dijadikan sasaran studi tanpa mengaitkan satu sama lain yang sebenarnya merupakan satu rangkaian persoalan di bidang kepemimpinan. Studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan, pada hakekatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan-persoalan dalam bidang kepemimpinan. Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan utama dalam kepemimpinan yaitu: “pendekatan sifat, pendekatan perilaku, dan pendekatan situasional”.
1)             Pendekatan sifat
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin, dalam pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa individu merupakan pusat kepemimpinan, kepemimpinan dipandang sebagai sesuatu yang mengandung banyak unsur individu. Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Pendekatan sifat berpendapat bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin, sifat-sifat tersebut ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan. Sehingga seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir bukan dibuat atau dilatih.
Keith Davis seperti yang dikutib Miftah Toha merumuskan empat sifat yang tampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain: kecerdasan dan kedewasaan, keluasan hubungan sosial, motifasi dan dorongan berprestasi, sikap-sikap hubungan sosial.
Chester L. Barnad dalam “The function of  the executive” mengemukakan dua sifat pemimpin yaitu sifat-sifat pribadi dan keunggulan subyektif. Sifat-sifat pribadi mencakup kondisi fisik, ketrampilan, penguasaan teknologi, daya tanggap pengetahuan, daya ingat, dan imajinasi. Sedangkan keunggulan subyektif menyangkut keyakinan, ketekunan, daya tahan, kesopanan, dan keberanian.
Orway Tead seperti yang dikutip Purwanto, mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain: 1) berbadan sehat, kuat dan penuh energi, 2) yakin akan maksud dan tujuan organisasi, 3) selalu bergairah, 4) bersifat ramah-tamah, 5) mempunyai keteguhan hati, 6) unggul dalam teknik kerja, 7) sanggup bertindak tegas, 8) memiliki kecerdasan, 9) pandai mengajari bawahan, 10) percaya pada diri sendiri.
Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat dan sukses dalam kepemimpinannya. Meskipun telah banyak penelitian tentang sifat kepemimpinan, sampai kini para peneliti belum berhasil menemukan satu atau sejumlah sifat yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk membedakan pemimpin dan bukan pemimpin, hal ini menunjukkan hanya dengan menggunakan pendekatan sifat saja masalah kepemimpinan tidak akan dapat difahami dan dipecahkan dengan baik. Dengan demikian dari pendekatan sifat ini masih terdapat kelemahan-kelemahan antara lain: pertama, tidak adanya kesesuaian atau pendapat diantara para pakar tentang rincian sifat atau ciri-ciri kepemimpinan. Kedua, terlalu sulit untuk menetapkan sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin karena setiap orang yang menjadi pemimpin memiliki keunikan masing-masing. Ketiga, situasi tertentu dan kondisi tertentu memerlukan kepemimpinan yang memiliki sifat dan ciri tertentu sesuai tuntutan situasi dan kondisi tertentu.
2)                 Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku ini merupakan pendekatan yang mendasarkan pada pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Sikap dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-hari, dalam hal bagaimana seorang pemimpin memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan, cara mengambil keputusan dan lain sebagainya. Dengan menggunakan pendekatan perilaku, para ahli mengembangkan teori kepemimpinan kedalam berbagai macam klasifikasi, antara lain:
a.         Teori Dua faktor
Berdasarkan teori ini, Harsey dan Blanchard sebagaimana dikutip Sujana menjelaskan bahwa perilaku atau perbuatan seseorang pemimpin cenderung mengarah pada dua hal yaitu konsiderasi dan struktur inisiasi. Konsiderasi adalah perilaku pemimpin untuk memperhatikan bawahan. Ciri-ciri perilaku konsiderasi adalah ramah-tamah, mendukung dan membela bawahan, mau berkonsultasi, menerima usul bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagaimana pemimpin memperlakukan dirinya sendiri. Sedangkan struktur inisiasi adalah perilaku pemimpin cenderung mementingkan tujuan organisasi. Ciri-ciri perilaku struktur inisiasi adalah memberikan kritik terhadap pelaksanaan tugas yang tidak tepat, mementingkan batas waktu pelaksanaan tugas kepada bawahan, selalu memberi petunjuk kepada bawahan tentang cara melaksanakan tugas, menetapkan standar tertentu tentang tugas pekerjaan, dan selalu mengawasi optimasi kemampuan bawahan dalam melaksanakan tugas.
b.         Teori Empat Faktor
Dalam usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan, teori empat faktor sangat mempunyai peranan yang penting, teori kepemimpinan empat faktor meliputi dimensi-dimensi: stuktural, fasilitatif, suportif, dan partisipatif. Masing-masing dimensi ditandai dengan berbagai ciri sebagai berikut:
1.        Kepemimpinan Struktural
·           Cepat mengambil tindakan dalam keputusan yang mendesak
·           Melaksanakan pendelegasian yang jelas dan menentukan kepada anggota.
·           Menekankan kepada hasil dan tujuan organisasi
·           Menembangkan suatu pandangan organisasi yang kohesif sebagai dasar
·           Mengambil keputusan
·           Memantau penerapan keputusan
·           Memperkuat relasi yang positif dengan pemerintah ataupun masyarakat.
2.        Kepemimpinan Fasilitatif
·           Mengusahakan dan menyediakan sumber-sumber yang diperlukan
·           Menetapkan dan memperkuat kembali kebijakan organisasi
·           Menekan atau memperkecil kertas kerja yang birokratis
·           Memberikan saran atas masalah kerja yang terkait
·           Membuat jadwal kegiatan
·           Membantu pekerjaan agar dilaksanakan
3.        Kepemimpinan Suportif
·           Memberikan dorongan dan penghargaan atas usaha orang lain
·           Menunjukkan keramahan dan kemampuan untuk melaksanakan pendekatan
·           Mempercayai orang lain dengan pendelegasian tanggung jawab
·           Meningkatkan moral / semangat staf
·           Memberikan ganjaran atas nama perseorangan
4.        Kepemimpinan partisipatif dengan tanda-tanda:
·           Pendekatan akan berbagai persoalan dengan fikiran terbuka
·           Mau dan bersedia memperbaiki posisi-posisi yang telah terbentuk
·           Mencari masukan dan nasehat yang menentukan
·           Membantu perkembangan kepemimpinan yang posisional dan kepemimpinan yang sedang tumbuh
·           Bekerja secara aktif dengan perseorangan atau kelompok
·           Melibatkan orang lain secara tepat dalam pengambilan keputusan.
Stogdill juga mengemukakan bahwa untuk menilai perilaku kepemimpinan ada 12 faktor yang perlu diperhatikan, Yaitu:
a.         Perwakilan (representation), pemimpin berbicara dan bertindak sebagai wakil kelompok.
b.         Tuntutan perdamaian (reconciliation), pemimpin mendamaikan tuntutan konflik dan mengurangi ketidakteraturan dari sistem yang ada.
c.         Toleran terhadap ketidakpastian (tolerance of uncertainty), pemimpin mampu memberikan toleransi terhadap ketidakpastian dan penundaan tanpa kekhawatiran atau gangguan.
d.        Keyakinan (persuasiveness), pemimpin mampu menggunakan persuasi dan organisasi secara efektif serta memperlihatkan keyakinan yang kuat .
e.         Struktur inisiasi (inisiation of structure), pemimpin dengan jelas mendefinisikan peranan kepemimpinan dan memberikan kesempatan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
f.          Toleransi kebebasan (tolerance of freedom), pemimpin membiarkan bawahan berkesempatan untuk berinisiatif, terlibat dalam keputusan dan berbuat.
g.         Asumsi peranan (Role Assumption), pemimpin secara aktif menggunakan peranan kepemimpinannya daripada menyerahkan kepemimpinan kepada yang lain.
h.         Konsiderasi (concideration), pemimpin memperhatikan ketenangan, kesejahteraan, dan kontribusi (bantuan) bawahan.
i.           Penekanan pada hal-hal yang produktuif (productive emphasis), pemimpin mementingkan atau menekankan kepada hal-hal yang bersifat produktif.
j.           Ketepatan yang bersifat prediktif (predictive accuracy), pemimpin memperlihatkan wawasan ke depan dan kecakapan untuk memperkirakan hasil yang akan datang secara akurat.
k.         Integrasi (integration), pemimpin memelihara secara akrab jaringan organisasi dan mengatasi konflik antar anggota.
l.           Orientasi kepada atasan (superior orientation), pemimpin memelihara hubungan ramah-tamah dengan atasan yang mempunyai pengaruh terhadap pemimpin, dan berjuang untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi.
Kedua belas faktor tersebut sangat membantu dalam menganalisa dan memperbaiki perilaku pemimpin dalam organisasi apapun.
3)                 Pendekatan  situasional
Pendekatan situasional hampir sama dengan pendekatan perilaku, keduanya menyoroti perilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini kepemimpinan lebih merupakan fungsi situasi dari pada sebagai kualitas pribadi, dan merupakan kualitas yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi tertentu.
Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Pendekatan ini menitik beratkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam sitiasi tertentu. Terdapat beberapa studi kepemimpinan yang menggunakan pendekatan ini antara lain:
a.         Teori kepemimpinan kontingensi
Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan Chemers, berdasarkan hasil penelitianya pada tahun 1950, disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan saja karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga berbagai faktor situasi dan saling berhubungan antara situasi dengan kepemimpinan. Keberhasilan pemimpin bergantung baik pada diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Menurut Fiedler tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi, serta ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu: hubungan antara pemimpin dan bawahan, struktur tugas, serta kekuasaan yang berasal dari organisasi. Berdasarkan ketiga dimensi tersebut Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan dan dua tingkat yang menyenangkan. Pertama, gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas, yaitu gaya ketika pemimpin merasa puas jika tugas bisa dilaksanakan. Kedua, gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan kemanusiaan, hal tersebut menunjukkan bahwa efektifitas kepemimpinan bergantung pada tingkat pembauran antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kondisi yang menyenangkan dalam situasi tertentu.
b.         Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin guru besar Universitas New Brunswick Canada, menurutnya ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk menentukan gaya kepemimpinan yaitu: perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang dan dimensi efektifitas.
Gaya kepemimpinan Reddin sama dengan jaringan manajemen yang dimiliki empat gaya dasar kepemimpinann, yaitu Integred, related, separated, dan decicated. Reddin menyatakan bahwa keempat gaya tersebut menjadi efektif atau tidak efektif tergantung pada situasi.
c.         Teori kepemimpinan situasional
Teori ini merupakan pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi yang didasarkan pada hubungan antara tiga faktor yaitu perilaku tugas, perilaku hubungan dan kematangan. Perilaku tugas merupakan pemberian petunjuk oleh pimpinan terhadap anak buah melalui penjelasan tertentu, apa yang harus diperbuat, kapan, dan bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara ketat. Perilaku hubungan merupakan ajakan yang disampaikan oleh pimpinan melalui komunikasi dua arah yang meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah kemampuan dan kemauan anak buah dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas.  
Dari ketiga faktor tersebut, tingkat kematangan anak buah merupakan faktor yang paling dominan, karena itu tekanan utama dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan anak buah. Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah, pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Selanjutnya pada saat anak buah mencapai tingkat kematangan penuh dan sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada anak buah.
Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat kematangan anak buah dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan adalah:
a.         Gaya mendikte (Telling)
Gaya ini diterapkan jika kematangan anak buah rendah, dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas. Gaya ini disebut mendikte karena pemimpin dituntut untuk mengatakan apa, bagaimana, kapan, dan dimana tugas dilakukan. Gaya ini menekankan pada tugas, sedangkan hubungan hanya dilakukan sekedarnya saja.
b.         Gaya Menjual (Selling)
Gaya ini diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah sampai moderat. Mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan tugas, tetapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai. Gaya ini disebut menjual karena pemimpin selalu memberikan petunjuk yang banyak. Dalam tingkat kematanga anak buah yang seperti ini, diperlukan tugas serta hubungan yang tinggi agar dapat memelihara dan meningkatkan kemauan yang telah dimiliki.
c.         Gaya melibatkan diri
Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada dalam taraf kematangan moderat sampai tinggi. Mereka mempunyai kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan diri. Gaya ini disebut mengikut sertakan karena pemimpin dengan anak buah bersama-sama berperan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kematangan semacam ini, upaya tugas tidak diperlukan, namun upaya hubungan perlu ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah.
d.        Gaya mendelegasikan
Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatannya sendiri, melalui pengawasan umum. Hal ini dilakukan jika anak buah berada pada tingkat kedewasaan yang tinggi. Dalam tingkat kematangan seperti ini upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja, Demikian upaya hubungan. Berdasarkan pendekatan dan teori kepemimpinan tersebut, tampak adanya dua konsepsi tentang bagaimana seseorang dapat dikatakan memegang peranan sebagai pemimpin. Berdasarkan pandangan tentang sifat seorang pemimpin, seseorang melaksanakan kepemimpinannya karena memiliki sifat pribadi dan kemampuan sebagai pemimpin. Sedangkan berdasarkan situasinya, maka situasi dan kondisi organisasilah yang mendorong seseorang berperan sebagai pemimpin. Terlepas dari adanya teori yang seakan-akan kontradiktif tersebut, yang jelas bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab dengan kelebihan-kelebihan tersebut, pemimpin bisa berwibawa dan dipatuhi bawahannya.
Dari uraian tersebut diatas, maka seorang pemimpin bukanlah sekedar seorang tukang atau juru, melainkan seseorang dengan sifat-sifat unggulnya harus mampu menempatkan posisinya secara efektif terhadap segala hubungan yang terjadi diantara sesama anggota atau antar kelompok, masalah-masalah yang dihadapi, serta situasi dan kondisi organisasi yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang efektif adalah keberhasilan pemimpin dalam memerankan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik yang sekaligus mampu membawa para bawahan untuk melakukan tugas-tugasnya dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
d)                  Kepemimpinan Kepala Sekolah
Apapun bentuk suatu organisasi, dalam kenyataannya pasti memerlukan seorang dengan atau tanpa dibantu orang lain untuk menduduki posisi pimpinan/pemimpin. Seseorang yang menduduki posisi pimpinan dalam suatu organisasi mengemban  tugas melaksanakan kepemimpinan, termasuk dalam hal ini adalah organisasi pendidikan, yang mana pemimpin dalam organisasi ini adalah kepala sekolah. 
Kepala sekolah bersal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelejaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana temapat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”. Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Jadi kepemimpinan kepala sekolah berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam menjalankan dan memimpin segala sumber daya ayang ada pada suatu sekolah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kepemimpinan kepala sekolah ini pengembangan kinerja tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga kinerja guru akan semakin baik pula.
Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam hal ini, pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu melakukan pilihan-pilahan. Proses pengembangan SDM tersebut harus menyentuh berbagai bidang kehidupan yang tercermin dalam pribadi pimpinan, termasuk pemimpin pendidikan, seperti kepala sekolah.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pememliharaan sarana dan prasarana”.
B.                 Konsep Dasar Supervisi
a)                 Supervisi Pendidikan
Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webster’s New World Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343) sedangkan kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight (1991:1492).
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervise diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa. Ia membina peningkatan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik
.
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision” artinya pengawasan. Pengertian supervisi secara etimologis masih menurut Ametembun (1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya, supervise terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut:
Supervisi yang lakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back. (Razik, 1995: 559).
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan pengawasan profesional, sebab hal ini di samping bersifat lebih spesifik juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan akademik yang mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa, tetapi lebih bersifat menuntut kemampuan professional yang demokratis dan humanistik oleh para pengawas pendidikan. Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervise akademis, dan supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator, consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus mampu berperan sebagai konsultan dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru, baik secara kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum. Gregorio (1966) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supervisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan diatas.
Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi.
Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru.
Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
b)                 Tugas Supervisi Pendidikan
Secara umum fungsi supervisi adalah perbaikan pengajaran. Berikut ini berbagai pendapat para tentang fungsi supervisi, di antaranya adalah:
·           Ayer, Fred E, menganggap fungsi supervisi untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
·           Franseth Jane, menyatakan bahwa fungsi supervisi memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kualitas kehidupan akan diperbaiki.
·           W.H. Burton dan Leo J. Bruckner menjelaskan bahwa fungsi utama dari supervisi modern ialah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
·           Kimball Wiles, mengatakan bahwa fungsi supervisi ialah memperbaiki situasi belajar anak-anak. Usaha perbaikan merupakan proses yang kontinyu sesuai dengan perubahan masyarakat. Masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan masyarakat membawa pula konsekuensi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Suatu penemuan baru mengakibatkan timbulnya dimensi-dimensi dan persepektif baru dalam bidang ilmu penegetahuan.
Makin jauh pembahasan tentang supervisi makin nampak bahwa kunci supervisi bukan hanya membicarakan perbaikan itu sendiri, melainkan supervisi yang diberikan kepada guru-guru, menurut T.H. Briggs juga merupakan alat untuk mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru. Dalam suatu analisa fungsi supervisi yang diberikan oleh swearingen, terdapat 8 fungsi supervisi, yakni:
1.         Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah.
Koordinasi yang baik diperlukan terhadap semua usaha sekolah untuk  mengikuti perkembangan sekolah yang makin bertambah luas dan usaha-usaha sekolah yang makin menyebar, diantaranya:
·           Usaha tiap guru.
·           Usaha-usaha sekolah.
·           Usaha-usaha pertumbuhan jabatan.
2.         Memperlengkapi Kepemimpinan Sekolah.
Yakni, melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dan kepemimpinan dalam kepemimpinan sekolah.
3.         Memperluas Pengalaman.
Yakni, memberi pengalaman-pengalaman baru kepada anggota-anggota staff  sekolah, sehingga selalu anggota staff makin hari makin bertambah pengalaman dalam hal mengajarnya.
4.         Menstimulasi Usaha-Usaha yang Kreatif.
Yakni, kemampuan untuk menstimulir segala daya kreasi baik bagi anak-anak, orang yang dipimpinnya dan bagi dirinya sendiri.
5.         Memberikan Fasilitas dan Penilaian yang Kontinyu.
Penilaian terhadap setiap usaha dan program sekolah misalnya, memiliki bahan-bahan pengajaran, buku-buku pengajaran, perpustakaan, cara mengajar, kemajuan murid-muridnya harus bersifat menyeluruh dan kontinyu.
6.         Menganalisa Situasi Belajar
Situasi belajar merupakan situasi dimana semua faktor yang memberi kemungkinan bagi guru dalam memberi pengalaman belajar kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan.
7.         Memberi Pengetahuan dan Ketrampilan pada Setiap Anggota Staf.
Supervisi berfungsi memberi stimulus dan membantu guru agar mereka memperkembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam belajar.
8.         Mengintegrasikan Tujuan dan Pembentukan Kemampuan.
Fungsi supervisi di sini adalah membantu setiap individu, maupun kelompok agar sadar akan nilai-nilai yang akan dicapai itu, memungkinkan penyadaran akan kemampuan diri sendiri.
Fungsi supervior (pengawas) oleh karenanya menjadi penting, sebagaimana tertuang dalam Kepmen PAN Nomor 118/1996 yang menyebutkan bahwa pengawas diberikan tanggung jawab dan wewenang penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan, penilaian dan pembinaan teknis serta administratif pada satuan pendidikan.
Pengertian Supervisi Pengajaran Nealey and Evans in their book of “ Hand book for supervision of instruction” …….. the term“ supervision “is used to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the conditions which surround the learning and growth of the pupil and teacher.
Boadman dkk (1961:6) menguraikan supervisi pengajaran dapat dirumuskan sebagai usaha untuk mendorong mengkoordinasikan dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan disuatu sekolah, baik secara individu, maupun secara kelompok, didalam pengertian yang lebih baik dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga mereka dapat lebih mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dalam kehidupan masyarakat demokratis modern.
Neagley dan Evans (1980:20) mengemukakan bahwa setiap layanan kepada guru-guru yang menghasilkan perbaikan intruksional belajar dan kurikulum disebut supervise.
Mark dkk. (1974:4) menguraikan nilai supervisi ini terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan para siswa.
Dari beberapa definisi supervisi pengajaran diatas secara implisit sebenarnya dapat diketahui bahwa atasan mempunyai wewenang memberi pengarahan atau bimbingan kepada guru-guru tidak terbatas pada kegiatan administrator saja, semua atasan atau administrator yang senior lainnya dapat memberi bantuan pada proses pelaksanaan belajar mengajar yang dititik beratkan pada situasi belajarnya.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan utuk membantu para.  Guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif.
Komponen Supervisi Pendidikan Komponen system pendidikan yang utama adalah tenaga pendidikan (guru).
Guru merupakan salah satu unsur penting dalam upaya perencanaan peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan pasal 10 UU No. 14 Tahun 2005 bahwa; Saat ini, mutu pendidikan di Indonesia masih relatif rendah, Salah faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu  guru, pada satu sisi dan di sisi lain guru dipandang  sebagai faktor kunci dalam peningkatan mutu pendidikan, karena ia berinteraksi  langsung dengan  iswanya dalam proses PBM di kelas. Berdasarkan fakta tersebut, guru masih memerlukan pembinaan agar memiliki kemampuan profesional, melalui kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas, pemilik dan kepala sekolah.
Seorang supervisior dapat dilihat dari tugas yang dikerjakannya. Seorang pemimpin pendidikan yang berfungsi sebagai supervisor tampak jelas perannya. Sesuai dengan pengertian hakiki supervisi, maka supervisi berperan atau bertugas memberi support (supporting), membantu (assisting) dan mengikutsertakan (sharing).
Selain itu, seorang supervisior bertugas sebagai:
1.         Koordinator.
2.         Konsultan.
3.         Pemimpin
4.         Kelompok.
5.         Evaluator .
Tugas lain bagi seorang supervisi atau pengawas akademik, yakni mencakup hal-hal berikut:
1.         Mengupayakan agar guru lebih bersungguh-sungguh dan bekerja lebih keras serta bersemangat dalam mengajar.
2.         Mengupayakan agar sistem pengajaran ditata sedemikian rupa sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih tinggi jika murid Belum tuntas penguasaannya.
3.         Memberikan tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai tujuan pengajarannya, dengan disertai bantuan (support) yang memadai bagi keberhasilan tugasnya.
4.         Membuat kesepakatan dengan guru maupun dengan sekolah mengenai jenis dan tingkatan dari target output yang harus mereka capai sehubungan dengan keberhasilan pengajaran.
5.         Secara berkala melakukan pemantauan dan penilaian (assessment) terhdap keberhasilan (efektifitas) mengajar guru, khususnya dalam kaitannya dengan kesepakatan yang dibuat pada butir (4) di atas.
6.         Membuat persiapan dan perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan butir-butir di atas, menyusun dokumentasi dan laporan bagi setiap kegiatan, serta mengembangkan sistem pengelolaan data hasil pengawasan.
7.         Melakukan koordinasi serta membuat kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah, khususnya dalam hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian efektifitas pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditas sekolah yang bersangkutan.
c)                  Fungsi Supervisi Pendidikan
Secara umum fungsi supervisi adalah perbaikan pengajaran. Berikut ini berbagai pendapat para tentang fungsi supervisi, di antaranya adalah:
·           Ayer, Fred E, menganggap fungsi supervisi untuk memelihara program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
·           Franseth Jane, menyatakan bahwa fungsi supervisi memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kualitas kehidupan akan diperbaiki.
·           W.H. Burton dan Leo J. Bruckner menjelaskan bahwa fungsi utama dari supervisi modern ialah menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar.
·           Kimball Wiles, mengatakan bahwa fungsi supervisi ialah memperbaiki situasi belajar anak-anak.
Usaha perbaikan merupakan proses yang kontinyu sesuai dengan perubahan masyarakat. Masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan masyarakat membawa pula konsekuensi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Suatu penemuan baru mengakibatkan timbulnya dimensi-dimensi dan persepektif baru dalam bidang ilmu penegetahuan.
Makin jauh pembahasan tentang supervisi makin nampak bahwa kunci supervisi bukan hanya membicarakan perbaikan itu sendiri, melainkan supervisi yang diberikan kepada guru-guru, menurut T.H. Briggs juga merupakan alat untuk mengkoordinasi, menstimulasi dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru.
Dalam suatu analisa fungsi supervisi yang diberikan oleh swearingen, terdapat 8 fungsi supervisi, yakni:
1.         Mengkoordinasi Semua Usaha Sekolah.
Koordinasi yang baik diperlukan terhadap semua usaha sekolah untuk mengikuti perkembangan sekolah yang makin bertambah luas dan usaha-usaha sekolah yang makin menyebar, diantaranya:
·           Usaha tiap guru
·           Usaha-usaha sekolah.
·           Usaha-usaha pertumbuhan jabatan.
2.         Memperlengkapi Kepemimpinan Sekolah.
Yakni, melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dan kepemimpinan dalam kepemimpinan sekolah.
3.         Memperluas Pengalaman.
Yakni, memberi pengalaman-pengalaman baru kepada anggota-anggota staff sekolah, sehingga selalu anggota staff makin hari makin bertambah pengalaman dalam hal mengajarnya.
4.         Menstimulasi Usaha-Usaha yang Kreatif.
Yakni, kemampuan untuk menstimulir segala daya kreasi baik bagi anak-anak, orang yang dipimpinnya dan bagi dirinya sendiri.
5.         Memberikan Fasilitas dan Penilaian yang Kontinyu.
Penilaian terhadap setiap usaha dan program sekolah misalnya, memiliki bahan-bahan pengajaran, buku-buku pengajaran, perpustakaan, cara mengajar, kemajuan murid-muridnya harus bersifat menyeluruh dan kontinyu.
6.         Menganalisa Situasi Belajar
Situasi belajar merupakan situasi dimana semua faktor yang memberi kemungkinan bagi guru dalam memberi pengalaman belajar kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan.
7.         Memberi Pengetahuan dan Ketrampilan pada Setiap Anggota Staf.
Supervisi berfungsi memberi stimulus dan membantu guru agar mereka memperkembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam belajar.
8.         Mengintegrasikan Tujuan dan Pembentukan Kemampuan.
Fungsi supervisi di sini adalah membantu setiap individu, maupun kelompok agar sadar akan nilai-nilai yang akan dicapai itu, memungkinkan penyadaran akan kemampuan diri sendiri.
Fungsi supervior (pengawas) oleh karenanya menjadi penting, sebagaimana tertuang dalam Kepmen PAN Nomor 118/1996 yang menyebutkan bahwa pengawas diberikan tanggung jawab dan wewenag penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan, penilaian dan pembinaan teknis serta administratif pada satuan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar