Tentang hati…..
tebat itu airnya begitu bening....hingga gemawan begitu cerlang menatap wajah nya dan langit sementara ikan kecil meriakan tatapan..hingga tawa berpijar-pijar dalam gerak kesungguhan bumi....biru.....putih....tali temali bermain dalam jeratan hati sanubari......kini..kemarin dan nanti...berganti cerita dan lakon....tebat itu tetap tempat bercermin langit dan gemawan..meski sesekali...angin mampir membasuh mukanya...yang berdebu dan berjelaga...sambil berkisah pengembaraan....
SINGGASANA CINTA (2010)
DESEMBER 2010
Kemanisan cinta
Gorean Alfatihah dilangit senjakala
Kebagusan cinta
Lantunan sabdaMu dibibir teruna
Kehangatan cinta
Di shaf fajar sandiakala
Aroma cinta
Sayap kasihmu diwajah pecinta
Singgasana cinta
Tahtamu disudut jiwa musyafir lata
TANPA
SEPTEMBER 2010
Tanpa ya, tak ada
Tidak
Tanpa tidak, tak ada
Ya
Tidak ada aku
Kau ada
Tanpa Kau
Tidak ada aku
Dipundaku kuminta
Dihatiku
Kau bertahta
Kau ada
Tanpa kuminta
Kau menyedia
Tanpa kuberharap
Kau memberi
Kau beri aku
Tanpa Kau
Aku
Tiada
TASDIQ (2010)
Saat kulihat mawar
Kurasa duri menelisik hati
Saat kulihat melati
Kurasa arai menjerat nurani
Saat kupandang pepohon
Ratap akar menyeruak otak
Saat kujamah bulan
Sesap pekat gulita kutelan
Tasdik atas
Mawar dan duri
Harum dan jerat
Kekuatan dan kerakat
Sinar dan gulita
Tasdik atas
Terlihat, terasa, teraba
Dimanakah engkau Tasdik Qalbuku?
PERTEMUAAN KEMBALI (2010)
Kufikir, kala otak terus berfikir
Kurasa, kala indra harus berasa
Kuingat, kala fikir harus mengingat
Kucoba, kala hasrat perlu mencoba
Kuraba, kala kulit melata
Dimana?
Fikirku, rasaku, ingatku, hasratku, rabaku,
Kala panca indra pudar dalam satu
Qolq-wala
Caruk dipintu cakrawala
Fikir tak urung dzikir
Rasa tak urung dosa
Ingat tak urung noda
Hasrat tak urung asa
Coba tak urung doa
Raba tak urung norma
Dimana?
Aku
Dia
Hanya
Ada
Dia
Dia
DIA
Kompilasi anarkis (2010)
Jelaga itu kian kental
Kental
Teguklah!
Karena semakin keruh aroma puing keangkuhan itu, semakin kental
Cawan menebal
Nanar dalam samar
Kata dan makna terasa hambar
Anugrah dan karma bertautan
Sebab dan akibat bertambatan
Ah,
Tak
Salah
Tak
Benar
Tak
Benar salah
Tak
Salah benar
Tak
Angin, udara, rupa, warna, disuling dalam satu saja
Kata, rasa, lusa, esok, kini, disunting dalam satu saja
Kau seduh dalam cawan berjelaga beraroma keangkuhan bermahkotakan kemegahan kesombongan bertahtakan kemegahan kerajaan keangkuhan yang, tak!
Seduhlah, reguklah!
Sisa tak
Ruang. Tak
PUTARKAN KU WAKTU ( 2010)
Kau menarik
Dan ku tak hendak
Kau menolak
Dan ku tak hendak
Kau sertakan
Dan ku tak hendk
Kau tinggalkan
Dan ku tak hendak
Kau sinarkan
Dan ku tak hendak
Kau biaskan
dan ku tak hendak
kau kuatkan
dan ku tak hendak
kau lemahkan
dan ku tak hendak
kau cintakan
dan ku tak hendak
kau bencikan
dan ku tak hendak
kau matahrikan
dan ku tak hendak
kau bulankan
dan kutak hendak
kala,
ku hendakkan
kau patahkan siang-siangku
dalam tahta malam yang balam
kau runtuhkan bulan bintang
dalam lembah batu gersang
kuhendakan,
kau lantunkan laguan kawi manis
dalam cawan tuba amis
kuhendakan,
pun kau lontarkan
DARI KATA MU (2010)
Dari katamu terjatuh namaku
Dari katamu kulihat batin lukaku
Dari katamu kulihat perangahku
Dari katamu, kumarahku
Dari katamu, kuselimuti malu-ku
Dari katamu, kuradang kecewaku
Dari katamu, kutekan egoku
Dari katamu, kurasakan nafas hitamku
Dari katamu, darahku putihku
Dari katamu
Entah ada aku
PETA KEADILAN (1996)
Jelas kulihat
Gambar terhantar
Bersujud pasrah
Menampar
Segala benar
Menyindir
Segala munafik
Manempik
Segala tengik
Menalar
Mencari ujung
Kebijak?
Lupakan
Prosa kepagian
PULANG (1995)
Sebuah kata kulihat pulang
Lewat jendela ia terbang
Saat hati diketuk
Tak hendak yang lain masuk
Sebuah kata bersandar eja
Dibalik tirai simfoni masa
Setelah puas dalam kembara
Lewat jungkir baliknya fakta
Sebuah eja riuh dalam cerita
Kalau kedatangannya kali kedua
Tak lagi menghantar warta
Karena kembara melupa muka
Tak sua titik atau koma
Sambut kedangannya
Apatah lagi secangkir kopi
Lukrah dalam cawan pasi
Tapi
Akankah kembara sua harapan
Dalam ruang kaidah kutipan
Tersedia sebuah kamar
Tuk beradu dalam dekapan samar
PUISI WAJAH KUNING (1994)
Seraut wajah kuning
Pucat
Lekat menatap senja penat
Bermata surga
Berwajah neraka
Menang?
Cerlak hijau jingga
Menetes dipipi sebagai sungai derita
Menukik di sungai kalbu hampa
Memekik
Puisi wajah pucat
Kemuning gugur di celak mawar
Gugur dikelopak, saatnya tidur
Wahai puisi wajah kuning.
MENCARI PAYAU (1994)
Gersah nafas dalam
Jauh dalam cengkraman aka-akar bakau
Sedekap angkuh
Mendera bumi
Maracau hati
Mendamba angin
Merindu alun
Menjaring kelam
Menynyialh kebayang-kelaut
Biru langit masih berpuisi
Kepadang masih bersajak
Kemimpi masih berlari
Lusa dan esok kati tertikam duri
Puas pungguk dipuncak bakau merangkul rindu
Akan rembulan yang jua menunggu
Dan bakau tetap menghujam angkuh dalam semu.
Satu dunia (1991)
Haya, jarak membentang
Tak jurang
Ada harap membentang
Sebagai jembatan
Kemarin benag-benang tejalin
Sutra emas dari benag-benag ketulusan
Menjuntai hingga tiada kelaliman
Tak sanggup menjangkau
Mampu menepiskan
Dan dalam ngarai batinku
Sungai mengalir tenang
Menghanyutkan kegrirsan
Pedih dan peri berhamburan
Mangyuh lah sampai tujuan
GUNTUR (1991)
Sekilas
Selintas
Aku puas
Waktu
Aku mau
Kau kembali
Ku tak sudi
Kau datang
Kau hilang
Villa violetta (1991)
Senja membumbung tinggi
Mengetuk gerbang sunyi
Dan mentari tertegun sedari tadi
Dipintu lazuardi
Senja ungu lalu pergi
Tinggalah segalur sunyi
Katup dalam sayap-sayap ilusi
Merajut harap dalam mimpi
Senja terbang menerawang
Membawa bimbang
Serpihan goresan bersenandung
Berlagu dendang dalam kidung
Bunga Tasbih (1992)
Sedari fajar berharap ligar
Berteman titik embun merayap menjalar
Kuntum tasbih kian anggun
Dalam semi kebun-kebun pengharapan
Sampai siang menghantarkan
Ligarla ia dalam taman
Namun sejurus, seorang gadis kecil
Memetik dan menghiaskannya dalam kuku angkuh yang mungil
Warna merah mulai pudar
Kuntum terkoyak dan tercampak, senyumnya sirna menggelepar.
Catatan Harian (1995)
Selembar hari robek
Kenangan rontok
Mentari sontak
Harapan porak
Rembulan pulang ke ibu
Malam menabur waktu
Cahaya perlahan mati
Jiwa terkubur sunyi
Nirwana menari angin
Selendag jatuh dibukit di embun
Tatapnya burai dalam renyai hujan
Lara dan tawa berlarian
Sebagai anak dipangkuan
Rabu dalam goresan
Tumpah dalam lembar halaman
SESAL (1995)
Tak lagi hitam
Disunting putih
Tak telaga
Dipeluk mega
Tak lagi mawar
Berseri harum
Tak lagi bukit
Berlindung gemunung
hanya lembah rebah dalam resah
hanya semilir bernyanyi getir
dan tawa basi sisa pesta malam kemarin
terseok dalam gumam di labirin
terusir ke lembah amral
jatuh tersungkur
kalam tujuh
di batu ia terjatuh
terhempaslah kayuh
saat dayung tiada terengkuh
lepaslah tuju dan arah.
PARODI IMAJI (95)
HATI
saat gerimis sore hari
melati jatuhkan kelopak suci
dihempas angin dari nagari
BUAT SOBAT
Seekor semut merangkak
Pada kerikil basah
REP
Diterik
Dicoba mengusik asap
Dicermin fajar sodik
Dijubah asyiri
REL
Aku hanya sebuah sinonim
Dari harapan ke mimipi
Kebatu nisan
WAJAH
Cerita sukma
Pada rona senja
CERITA
Dikubur tua
Pengemis menyindir mati
Malaikat ditunjuk jari
PAYAU
Sebuah batu nisa
Bukan, bukan!
Bukan dolmen
Ayah!
MIMPI
Seutas dawai
Tentang laguan orkestra malam
Syimphoni terjuntai
Saat fajar usai
Mencari bayang (95)
Mentari bercermin di halaman
Mengharap sepiring sarapan
Atau sepotong senyuman
Dari gadis Penghantar nasi uduk di sudut zaman
Mengusung janji di cermin lukman
Ha-rut
Luruh cahya di embun zurum
Dipepucuk istana harem
Hitam jingga singgah dikarapan masa.
Lingkar lara (1994)
Dulu duka
Dikau
Diam dalam
Dikau.
Daku uraikan tawa
Lara dikau, bawa daku.
REMBULAN KE PELITA (94)
Mencari bayang di bawah purnama
Saat kutatap
Tubuh lalar beribu bayang
Bertelau manimbun waktu
BIARKAN (94)
Biarkan angin menarikan daun
Biarkan mentari menghisap embun
Biarkan tawa menyibak makna
Lewat air mata
Biarkan langit memeluk laut
Biarkan kata kembali pulang
Biarkan bahasa bertumpu harapan,
Tanpa hati tanpa suara, seribu kata tak berwujud makna.
KEMATIAN 2 (94)
Setelah arta Wafat
Ada hari kisat
Entah- tiga
Masihkah ada empat
Dibawah altar
Yang membawa arta
Menginjak akhirat.
SENGAU LAUTKU (96)
Nafasmu
Hangatmu
Buih.
Lukamu
Resahmu
Deburkan ombak
Jeritmu
Bisumu
Biru wajahmu
Berkaca langit
Jelitamu antarkan tangis lazuardi
Nyanyianmu tenangkan camar terluka
Wajahmu benamkan hasrat petualang muda
Tenang mu teriakan gemuruh bisu dalam gema.
SEBUAH PERMAINAN (96)
Kuingin ayah mengukir senjaku
Sat bunda merajutkan malam
Kuingin bunda menyulam fajar
Saat ayah meramukan siang
Aku termangu di ujung labirin
Menatap hariku ditelapak
Entah berapa senja kutangkap
Dari permainan raja dan ratu
Entah berapa fajar aku tanak
Saat lapar mengoda niat
Yang kutahu, hariku tumpah ruah
Dalam cawan doa dan dosa
Pun saat dingin
Tak hendak aku reguk
Pelak hajat melawat
Laknat
TITIPIAN (90)
Saat awan melintas, dengarlah!
Kutitipkan sebilah hati untuknya. Karibku...
Taburkan dalam hatinya benih itu lewat sejuk, teduh, dan renyai hujamu..
Telah ku tabur kataku lewat bayang dan putih mu kini dan nanti.
TEPI TIPU (1994
Dari araha
Ke abrahah
Ada pecut
Nyawa dilecut
Darah meleleh
Dileher Hamzah
Dari puncak hitam
Kesudut flamboyant
Ada aurora
Mengais dewa
Tercampak
Latta-uzza
Ada luka sekarat
Dihantar manat
Ada biru
Ditepi bisu
Ada rasa
Dihalau sakit
Ada tuba
Direguk mega
HASRAT (95)
Melagu ke air
Muka
Merayu ke angin
Luka
Hasrat ke batin jua
Tak ada
TANAH SELINDUNG (89)
Di sisni tanah selindung
Tempat kita melangkah dan berpijak
Disini tanah selindung
Tempat kita bercanda dan gelak
Apakah suratan tlah teroreskan
Hingga sepatah kata telah terlantun
Ditelan temaram
Dimangsa keserakahan
Disini tanah selindung
Tempat kita kecil merangkak
Yang tak lama berarak teratak
Hanya senandung kasih yang terkuak
Bak benang sutra terbentang
Hingga mentari beradu disinggasana
Dan nuansa dalam lukisan
Harap dan kenang berpelukan
Dangding lagu tidur (88)
Kuayun kau melodi
Permata pujaan hati
Denting sebarku gelitik kantukmu
Kau sayu dalam lagu
Kau lena dalam teja
Selamat malam adinda
INTERPRETASI CHANG (95)
Laut gelora berlari kepucuk cemara. Angin meliuk memeluk bukit merasuk nadir.
Nafas mengalir di bukit-bukit keangkuhan. Detak yang kering memekinan langit meruntuh jagat merobek pelangi!
Pagi menyapa perempuan tua hati.
o. mawar. Lelaki tua bermimpi memetik rembulan. Memanjat altar menyulam nirwana kemarau, bumi kerontang hati meradang. Tak kebintang tak kehati. Tak. Serunai lirih mengiris-iris labirin di tepi jurang sepi mencakung. Teriak memekikan laut membuncah dalam amarah. Menumphkan langit dalam gersah.
O. malaikat kecil memuncak pucuk langit Kereta petir rinkih memerih dalam jerit. Mata belia patahkan embun di lusa hari.
Melancong altar di atap oda. Lewat hyra ke alam kepeluk kearati. …..Mati.
PILAR (89)
Kukuh kaku
Lara.
Diam.
Kelam
Kaku.
Layu.
Kau.
Bukan pilarku
Kau bukan rumahku
Kau bukan langitku, hujanku, sejuku, bukan geloraku!
Pilarku dalam jaga rayaku
Bumiku sendiri
Dalam atap kosong.
KUCARI (90)
Kucari dalam puisi
Kemana sungai mengalirkan tinta batinku yang luruh tatkala gerimis mengiris bumi.
Kucari, sampai asaku terdampar pada snar yang terjuntai kerna liriknya tak pernah kembali. Di Karin ia karibku.
Ah. Puisiku, puiSiku lukrah, tercecer dalam rak fikirku yang hampir sirna.
SYMFHONY MALAM TELANJANG (90)
Diremang senja
Bulan bintang melangkah gontai
Hanya karena patri janji
Mereka senantiasa kembali.
Lazuardi menyisaka segores jingga dikening rona
Dicoba tersenyum dalam tebat bahagia
Pun saat berkaca,. Semua mulai sirna
Tiada siang bermuka
Tiada fajar beraroma
Tiada balam bersua suara
Bahkan sayap terentang enggan
Semua singgasana telah hampa
Segala segara tak bermuara
Tiadak lagi berbusana
Hanya keangkuhan sunyi dan derita yang tampil berjelaga.
TAMBESI (90)
Tambesi di tepi pantai
Ia bercakap
Tambesi ditubir ngarai
Diam dalam sedekap
Tambesi ditepi daiau
Sedan dalam gurau
Tambesi berpohon, berumput, tapi
Tambesi berhenti berhati
Nurani tambesi tersungkur, terkapar,
Tambesi ingkar pada semua penantian.
Tambesi sendirian.
BIANGLALA (90)
Kita pernah sua?
Saat gerimis renyai kau terjuntai lunglai
Sepatah kata kau lempar
Seikat janji kau hantar
Semangkuk sumpah kau tebar
Saat gerimis berakhir
Sebongkah luka cakar tergambar nanar samar
Adakah kiata sua?
Kala kau lukis nurani
Kau lemparkan senyum dalam titik hujan
Candamu sedan
Tawamu kehancuran
DIAN KELANA (90)
Pekat melekat
Lukrah dalam penat
Adalah siang bertandang garang
Menghisap segala kenang
Seribu nuansa mengering
Melaku lakon dalam kayon
Siang malam bergantian
Terang pekat berpelukan
Nuansa dan asa bertebaran
Pekat sirna dalam terang
Wangi harap kian merabukan
LAGUAN KAWI PAGI (91)
Cercah sinar nan cerah
Menyibak cakrawala kala terjaga
Bersama embun zurum yang anggun
Menyapu halus wajah pagi yang ranum
Rekatan intari mengembang
Bersama terucap slamat datang
Wahai teruna gandang
Menebar aroma dalam selendang
Sempat sua ilusi dan mimpi
Namun sirna dalam buai intari
Jangkau hati dalam lambirin suci
AUGUSTA 307
(agustus 2011)
Mentari menarik sisa muka
Dan angin menampik sisi cerita maya
Sementar sunyi bergalur mematut luka
Pada penghujung aroma nada
Sambng sinambung antar cerita
Walau memang tiada tuah dan tawa
Sementara tinta tiada bernoda
Dan harap tak muara doa.
Jalin setiap laguan kawi memilin perih syimphoni kemarin
Dalam ku arin rinduku pada merah luah luka mengucur darah
Lalu dimana kemboja lunglai aku titipkan
Karena tiap lembar cerita menampik gugurnya di tanah rowah
Rambut kasih terjuntai dalam keheningan senja
Dan cerita berbisik sunyi lirih dan rela
Sementara orchestra tetap saja mewarna rona
Walau langit enggan menepis air mata
Begitu manis air mata mencekik lara
Memerah dunia maya
Manakala enggan dan ingin bertaut
Dan seribu wajah satu per satu kian larut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar