BAB - I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
• Sekolah dan komite sekolah (masyarakat), atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar¬kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2)
• Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan
• Berdasarkan landasan-landasan hukum di atas, maka jelaslah bahwa partisipasi masyaratt terhadap kepentingan pendidikan adalah merupakan hal yang mutlak, baik dalam hal penyelenggaraannya maupun pembiayaannya.
B. Landasan Hukum
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembahasan materi ini adalah mermberikan pengertian dan gambaran umum tentang system pengembangan pengelolaan Sekolah/Madrasah kepada pembaca, dengan tujuan agar kita semua menjadi paham tentang tugas dan kewajiban sebagai praktisi pendidikan setelah adanya meluncurnya MBS.
D. Identifikasi Masalah
Setelah kita tahu tentang gambaran umum tentang system pengembangan pengelolaan Sekolah/Madrasah dengan pendekatan MBS, seperti akan dijelaskan pada Bab-II nanti akan memberikan penjelasan kepada para pengelola Sekolah/Madrasah dan praktisi pendidikan, bahwa betapa leluasanya sekolah untuk membuat arah dan tujuan pendidikan diselenggarakan di masing-masing tempatnya.
Namun disisi lain apakah sekolah sudah siap melaksanakan pengembangan sekolah yang beorientasi ke masa depan dengan pendekatan MBS seperti yang diharapkan pembuat kebijakan seperti di atas dan kebutuhan masyarakat ?
Sementara tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang memungkinkan bisa melaksanakan pengembangan Sekolah seperti yang diharapkan, sebab untuk mengimplementasikan hal tersebut kita harus paham kebutuhan Sekolah sesuai dengan kebutuhan lingkungan sekolah maka setiap sekolah harus memiliki:
- Sumber daya manusia (guru yang propesional),
- Sarana prasarana yang mendukung,
- Sumber belajar siswa yang memadai baik yang berupa materi ajar maupun yang berupa alat belajar,
- Dukungan sari semua pihak yang terlibat dalam kepentingan sekolah.
PERENCANAAN SEKOLAH MASA DEPAN
DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
BAB - II
LANDASAN TEORI
Pendidikan sebagai proses untuk menghasilkan pelajar yang memiliki kemampuan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang berguna di masyarakat ketika mereka lulus dari suatu sekolah atau lembaga pendidikan. Peningkatan dan perkembangan keterampilan, pengetahuan dan sikap merupakan produk. Dimana para edukator seperti Tata Usaha (administrator), guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, perencana dan tenaga ahli kurikulum, memiliki kedudukan sebagai manajer. Mereka mengelola, mengidentifikasinya, dan merunutnya apa yang dibutuhkan oleh murid sehingga murid mengalami peningkatan dan perkembangan yang identik dengan perkembangan keterampilan, pengetahuan dan sikap.
A. Kepala Sekolah Pembuka Pintu Gerbang Sekolah Masa Depan
Islam tidak mengharamkan perubahan. Bahkan dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa "suatu kaum tidak akan berubah jika kaum itu sendiri tidak merubahnya". Namun dengan tidak mengindahkan bahwa segalanya adalah Allah Yang Maha Takdir. Dengan demikian mengupayakan adalah menjadi suatu kewajiban, hanya keberhasilan Allah pula yang menentukan. Upaya mengubah adalah kewajiban sehingga membentuk manusia untuk terus memaksimalkan diri ke arah perubahan yang diinginkan, baik untuk diri sendiri, sebagai individu maupun sosial, baik lahir maupun batin atau pun untuk orang lain bahkan lingkungan di sekitarnya, baik yang hidup maupun mati.
Allah menganjurkannya "berdo'alah pada-Ku, niscaya aku kabulkan". Seolah permintaan atau keinginan apa pun Allah tidak menolaknya tanpa batas. Lebih dari itu bagi kaum atheis/ materialistis merasa perubahan adalah penting bagian dari hidup dan yang bisa mengupayakan hal tersebut adalah kemampuannya sendiri karena mereka yakin bahwa perubahan sepenuhnya merupakan akibat dari perbuatannya sendiri termasuk alam. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia terus berupaya melogikakan apa pun kehendaknya termasuk proses pencapaian kehendaknya tersebut. Maka dari itu muncullah berbagai macam teori, konsep bahkan hukum yang berhubungan dengan atau antara keinginan, cara dan strategi pencapaiannya.
Umumnya hidup dalam kehidupan. Dunia pendidikan pun tidak terlepas dari yang disebut perubahan. Perhatikan perkembangan keilmuan dan pengetahuan sekarang ini yang merupakan bukti konkret kemajuan pendidikan akibat upaya-upaya perubahan. Kapan, dimana, bagaimana perubahan itu bisa terjadi? Secara sederhana bagitu manusia berkehendak dan dianggap sebagai masalah maka memunculkan berbagai pemikiran tentang kapan waktunya, berapa lama, bagaimana cara mencapainya atau solusinya, dll. .
B. Studi tentang Perencanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Edukator memiliki tanggung jawab dalam merencanakan, mendesain, dan mengaplikasikan sistem pendidikan yang efektif dan efisien. Kesuksesan manajemen menurut Lessinger dalam Kaufman (1962) adalah nampak pada akuntabilitas dari outcome. Perlu diperhatikan dalam hal akuntabilitas dalam manajemen pendidikan dapat dilihat dari bagaimana tujuan yang ingin dicapai, objektivitas dan prosedur pencapaiannya dimana kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan kondisi negara menjadi acuan. Oleh sebab itu tidak cukup para pakar saja membuat kurikulum nasional, legistor menentukan kebijakan pendidikan nasional, para guru seenaknya mengajar, atau kebijakan kepala sekolah, akan tetapi berjalan berdasar atau mengacu pada kebutuhan masyarakat, dan kemampuan pelajar itu sendiri.
Pendidikan sebagai manajemen sedikitnya memiliki 2 fungsi manajemen menurut Cook dalam Kaufman (1962) yaitu sistem perencanaan dan sistem pengawasan dan menurut Mac Donald seperti halnya manajemen pada umumnya dalam pendidikan pun mengenal 5 bagian penting dai proses manajemen yaitu planning, organizing, staffing, directing dan controling. Semuanya dijabarkan dalam 6 langkah manajemen pendidikan yaitu langkah-langkah problem solving sebagai bentuk dasar dari suatu sistem pendekatan untuk pendidikan, sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah-masalah.
2. Mengumpulkan berbagai pemecahan masalah dan mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
3. Memilih atau menentukan strategi pemecahan masalah dan perangkat yang memungkinkan dari berbagai alternatif tadi.
4. Melaksanakan strategi pemecahan masalah. Termasuk di dalamnya manajemen dan kontrol strategi dan perangkat yang dipilih.
5. Mengevaluasi proses pelaksanaan strategi (efektivitas).
6. Merevisi berbagai langkah atau bagian strategi yang salah atau kurang tepat atau yang memungkinkan pencapaian tujuan meleset. Sehingga pendidikan menjadi responsif, efektif dan efisien.
Seperti pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instruksi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
C. Ruang lingkup manajemen sekolah adalah sebagai berikut:
Sekolah masa depan atau sekolah yang mampu menghadapi berbagai tantangan globalisasi dan modernisasi. Chaidar mengungkapkan bahwa modernisasi itu secara kasat mata terlihat dalam wujud material (hard culture) sebagai kultur baru. Tak pelak lagi, wujud material dan wujud kultural ini dibentuk oleh pendidikan. Operasionalisasi alat-alat canggih dan mesin birokrasi pemerintahan hanya mungkin dilakukan oleh tenaga terdidik. Artinya, tanpa pendidikan tidak mungkin ada modernisasi. Dengan ciri (dalam konteks bangsa Indonesia sebagai Negara berkembang). sebagai berikut:
1. Mampu menghasilkan produk (lulusan) yang memiliki keahlian dan keterampilan yang pasti, terukur dan menyeluruh.
2. Sekolah menghasilkan proses transformasi sosial: peningkatan martabat, perekonomian, dan lain-lain. Berjalan melalui tahahapan-tahapan yang sinambung. Artinya, sekolah memiliki tahapan perencanaan pendidikan yang fokus dan memperioritaskan segala sesuatunya di bawah payung rencana Strategis (Renstra) Jangka Panjang Sebagai Terjemahan Dari Visi dan Misi Pendidikan Nasional.
Menurut Tilaar (2007), mengungkapkan bahwa “untuk dapat merumuskan paradigma baru perencanaan pendidikan dan penelitian yang efektif dan efisien perlu kita cermati terlebih dahulu transformasi masyarakat Indonesia menapaki abad 21. Masyarakat masa depan merupakan suatu masyarakat terbuka, masyarakat kompetitif yang menuntut aspek kualitatif di dalam kehidupan sebagai manusia dan sebagai bangsa di tengah-tengah peradaban umat manusia yang mengglobal”. Dengan demiikian sekolah masa depan adalah sekolah yang mampu menjawab tantangan kondisi masyarakat yang semakin terbuka kompetitif dan dampak globalisasi. Intinya sudah mulai dikembangkan di sekolah yang lebih responsibel. Sekolah yang lebih perduli terhadap kastemernya. Sekolah-sekolah yang disesuaikan dengan kehendak dan keinginan masyarakat dan stakeholder, dengan demikian muncul fenomena Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai solusi alternative yang strategis akan tuntutan modernisasi. Selain itu sekolah masa depan adalah sekolah yang mampu menyediakan atau menyiapkan masyarakat masa depan sebagaimana termaktub dalam GBHN (1999:67) dalam Sufyarman, menetapkan misi dalam rangka mewujudkan visi bangsa Indonesia antara lain:
1. Perwujudan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian dinamis, kreatif dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi.
2. Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, berkelanjutan.
3. Perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhklak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
Kualitas pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia yang rendah merupakan dampak dari rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Kenyataan bahwa lulusan pendidikan si Indonesia kurang kompetitif serta kalah bersaing dengan negara-negara berkembang lainnya, dan selain dari itu nampak adanya kesenjangan (gap) antara kualitas pendidikan di Indonesia dengan kualitas pendidikan tinggi.
1. Banyak sekolah
2. Minimnya prestasi
3. Lulusan pendidikan kurang kompetitif, baik dari level regional maupun nasional.
Gap inilah yang seharusnya dibenahi dengan menerapkan Manajemen pendidikan yang baik. Manajemen berbasis sekolah adalah upaya yang tepat untuk mengatasi persoalan mutu pendidikan yang rendah pada saat ini, karena pada dasarnya manajemen berbasis sekolah merupakan upaya sistematis yang menyangkut efesiensi dan efektifitas pemanfaatanserta pengelolaan sumber daya pendidikan agar menhasilkan mutu pendidikan yang baik dan unggul.
Manajemen pendidikan dikenal dengan dua mekanisme pengaturan yaitu system sentralisasi dan system desentralisasi. Otonomi daerah sebagai salalhsatu kebijakan politik tingkat makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai subsystem pendidikan nasional. Maka sudah sepantasnya pengelolaan pendidikan diserahkan sepenuhnya ke tingkat sekolah, untuk mengelola proses pendidikan dengan mempertimbangkan aspirasi asyarakat dan pemberdayaan potensi lokal. Modal pengelolaan tersebut dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Scholl Based Management (SBM). Namun patut pula diperhatikan kelemahan MBS dalam negara berkembang, seperti halnya efek desentralisasi dalam politik, yaitu munculnya raja-raja kecil sebagai sosok pimpinan yang tidak tergoyahkan yang memiliki kewenangan penuh akan pengambilan keputusan di sekolah sehingga tujuan pendidikan menjadi bias sesuai kehendak kepala sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk operasional dari sistem desentralisasi, di harapkan dengan sistem tersebut akan membuka peluang pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan melalui School Council dan meningkatkan kualitas pendidikan serta pemberdayaan potensi local.
D. Konsep Manajemen Berbais Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintahan untuk mencapai keunggulan masyarakat, bangsa dalam pengusahaan ilmu dan teknologi yang dinyatakan dalam GBHN. Menurut menurut Mulyasa (2002) MBS bercirikan ketererlibatan masyarakat dan respons pemerintahan terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat. Selanjutnya Mulyasa mengungkapkan bahwa dalam MBS, sekolah dituntut secara mandiri dalam menggali, mengealokasiakan, menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan pemberdayaan sumber daya baik kepada masyarakat maupun pemerintahan. Menurut Suryarman (2003) Konsep dasar school based management adalah pengalihan pengambilan keputusan dari pusat/ kanwil /kandep dinas ke sekolah.
Pengalihan kewenangan atas pengembalian keputusan ke level sekolah, maka sekolah di harapakan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntunan lingkungan masyarakat.
Supriono dan Ahmad (2001), mengemukakan bahwa ada ciri-ciri manajemen berba?is sekolah antara lain:
1. Adanya upaya peningkatan peran serta BP3 dan masyarakat untuk mendukung kinerja sekolah.
2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan
kepentingan proses belajar mengajar.
3. Menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam pengunaan sumber daya
sekolah (anggaran, personel, fasilitas).
4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan
kondisi Iingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada
masyarakat, selain kepada pemeritahan atau yayasan.
6. Meningkatkan profesionalisme personal sekolah.
7. Meningkatkan kemandirian sekolah disegala bidang.
8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi (kepala sekolah, guru, BP3, tokoh masyarakat dan Iain-lain).
9. Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah, baik menyangkut
program, anggaran, ketenagan dan prestasi.
10. Pertanggung jawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah, yayasan
maupun masyarakat
Tujuan utama penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah. Adanya wewenang atau otonomi yang lebih besar dan lebih luas lagi kepada sekolah dalam mengelbla urusannya maka efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi karena sekolahlah yang lebih tahu tentang kebutuhan dan kondisinya. Secara rinci tujuan MBS adalah sebagai berikut:
1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia
2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
E. Manajemen Peningkatan Mutu
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah pengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah (stake holders) secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau tujuan mutu dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Jadi MBS adalah sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar dalam mengambil keputusan untuk meningkatkan mutu sekolah yang melibatkan semua warga sekolah. Dengan prinsip-prinsip implementasinya sebagai berikut:
1. Kekuasaan
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk megambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memragkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipatif dari berbagai pihak terutama guru, dan orang tua siswa.
2. Pengetahuan
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu sekolah dituntut untuk memiliki sistem pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
3. Sistem Informasi
Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran serta partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Terutama informasi kemampuan guru dan prestasi siswa.
4. Sistern Penghargaan
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem pengahrgaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah yaitu guru, karyawan dan siswa. Diharapkan akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah dengan tidak mengidahkan sifat adil dan merata.
MBS rnerupakan paradigma baru yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah Ieluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Pada sisitem MBS sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pcmberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Sebagai bentuk reformasi pendidikan MBS menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa dan hal ini memungkinkan untuk peningkatan kinerja staff, partisipasi langsung stakholder, dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan
F. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Hubungan masyarakat dengan kekuasaan, implementasinya ialah adanya pemimpin. Rasulullah SAW bersabda : "Tidaklah halal (tidak boleh) bagi tiga orang yang berada di satu tempat dipermukaan bumi ini, terkecuali salah seorang dari mereka itu menjadi pemimpin" (HR. Ahmad). Dengan demikian kaum Muslimin dan komunitas kecil sekalipun wajib ada yang memimpin, begitupun sekolah sebagai bentuk organisasi. Pemimpin itu harus orang yang bertanggung jawab, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang tidak mementingkan kaum Muslimin, bukanlah tergolong dari mereka"(AI Hadist). Pemimpin yang kualifikasinya seperti itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan menuntut tanggung jawab kaum Muslimin, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :"Jadikanlah olehmu buat Imam (pemimpin-pemimpin) kamu orang-orang yang terpilih di antara kamu, karena mereka adalah perantara kamu dengan Tuhanmu."(HR. Ad Daraquthny).
Menurut Anang dalam MBS diperlukan seorang pcmimpin (kepala sekolah), selain ahli dalam kemampuan manajerial, harus pula mempunyai sikap mental dan moral yang baik dan bersih, arif dan bijaksana, ikhlas, mengembangkan takwa yang bisa membedakan baik dan batil, berani menunjukkan kebenaran yang tidak silau kedudukan dan harta. InsyaAllah dalam pelaksanaan otonomi daerah, dengan tujuan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai walaupun PAD-nya sangat terbatas.
Sekolah merupakan salah satu lembaga yang dipercaya masyarakat dan. negara untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Karena itu, sekolah dituntut harus mampu menghasilkan output yang berkualitas yaitu SDM yang pandai, trampil dan berbudi pekerti luhur. Untuk menghasilkan output yang berkualitas tersebut diperlukan input (raw material) dan proses (sistem pendidikan) yang berkualitas, disamping variabel lain yang berpengaruh seperti lingkungan, kondisi sosial ekonomi orang tua (masyarakat), sarana prasarana, kurikulum, serta suasana kerja yang sejuk dan dinamis yang dapat menumbuhkan etoskerja dan komitmen tinggi dari seluruh jajaran yang ada di sekolah. Dan untuk mengatur semua komponen pendidikan yang ada di sekolah itu dibutuhkan kepemimpinan (Kepala Sekolah) yang kuat sebagai pengelola pendidikan di sekolah.
Dalam sistem School Based Management (SBM) peranan pemerintah dalam pengelolaan pendidikan dikurangi, sedangkan kewenangan Pimpinan/Kepala Sekolah diberikan seluas-luasnya dengan kontrol manajemen dilaklukan oleh Komite Sekolah.
G. Eductional Planning (Perencanaan Pendidikan)
Nilai-nilai keberhasilan suatu peadidikan memakan banyak waktu. Bukan lagi hitungan hari atau bulan tetapi tahun bahkan puluhan tahun. Sehingga menjadikan kesulitan dalam proses penentuan siapakah yang bertanggung jawab atas ketidak dan keberhasilan suatu pendidikan. Dengan demikian memungkinkan adanya peluang yang sangat besar bagi para edukator untuk tidak bertanggung jawab. Sederhananya akibat tidak terasa langsung hasil perbuatan menjadikan tidak antusias bahkan tidak perdtli, sehingga tidak maksimal untuk menghindari bahkan memunculkan dan melaksanakan solusi dalam berbagai masalah yang terjadi.
Menurut Udin, dkk (2005) Perencanaan pendidikan menjadi kunci efektivitas kegiatan (key factor) untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun kenyataannya, perencanaan pendidikan Iebih banyak dijadikan faktor pelengkap, sehingga sering terjadi tujuan yang ditetapkan tidak tercapai secara optimal. Penyebabnya adalah para perencana pendidikan masih kurang memahami proses dan mekanisme perencanaan dalam konteks yang lebih komprehensif.
Beberapa definisi perencanaan pendidikan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut : oleh Guruge ( 1972) bahwa perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan. Begitu juga dikatan oleh Albert Waterston (dalam Don Adam, 1975) bahwa perencanaan pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
Kesimpulannya, perencanaan pendidikan telah berkembang dengan berbagai pendekatan dan metodologinya yang cukup kompleks dan rumit, antara lain, model pendekatan sosial Demand, Man Power, Cost Benefit, Strategic dan Komprehensif
BAB – III
PEMBAHASAN
A. Pola Sekolah Masa depan
Pola Sekolah Masa depan adalah sekolah yang memiliki kepala sekolah masa depan atau memiliki kepala sekolah yang berfikir ke depan. Penerapan manajemen berbasis sekolah, diharapkan semaksimal mungkin profesionalisme seorang kepala sekolah sebagai ”decision maker”, atau sebagai pengambil kebijakan utama dalam menggapai perkembangan dan kemajuan sekolahnya. Oleh sebab itu patut dikedepankan seorang yang berhak dan wajib menjadi kepala sekolah ialah seseorang yang memiliki leadreship yang tinggi dan pemahaman akan manajerial dalam bidang pendidikan yang tinggi pula.
Sekolah akan berdiri pincang, tidak berjalan normal dan jauh yang diharapkan oleh semua pihak bila dalam kegiatannya dikepalai oleh seorang yang korup. Tidak mengerti bahwa sekoleh beserta isinya adalah amanah dengan berbagai tanggung jawab yang diembannya. Bagaimana tidak dana yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kemaslahatan semua kegiatan sekolah malah menjadi sebesar-besarnya kemakmuran pribadi. Sedangkan kita ketahui bahwa dana tersebut adalah dana berasai dari masyarakat. MBS memberikan kesempatan sebesar-besarnya kinerja edukator di level sekolah untuk maksimal memberikan yang terbaik bagi kastemernya. Dengan anggapan mereka yang lebih dekat dan lebih tahu apa yang dinginkan dan diharapkan kastemernya. Bukan menciptakan raja-raja kecil yang begitu otoriter memanfaatkan kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Sebagai bentuk tuntutan masa depan maka kepaia sekolah hams memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang mapan dicirikan dengan
1. Kepribadian yang kuat : Percaya diri yang tinggi (tidak sombong), optimis,
rendah hati dan memiliki kepekaan sosial.
2. Memehami tujuan pendidikan dengan benar, penting terutama untuk strategi
pencapaiannya.
3. Pengetahuan yang luas, terutama pengetahuan dibidangnya dan bidang-bidang
lain yang terkait (pendidikan)
4. Keterampilan profesional: 1) Keterampilan teknis: memanaj waktu,
mengsupervisi pengajaran, memimpin rapat, dll, 2) keterampilan hubungan kemanusiaan: bekerjasama, memotivasi, dll. 3) keterampilan konseptual: mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari solusi pemeoahannya.
Dengan prinsip-prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
1) Konstruktif, mampu membina dan mendorong staff untuk berkembang secara optimal
2) Kreatif, selalu mencari gagasan dan cara baru dalam melaksanakan tugasnya
3) Partisipatif, mendorong keterlibatan semua pihak tidak kecuali dirinya terkait dalam kegiatan di sekolah.
4) Kooperatif, mementingkan kerjasama dengan staf dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan kegiatan sekolah
5) Delegatif, beruapay mendelegasikan tugas kepada staf, sesuai dengan jobdeskripsi serta kemampuan mereka
6) Integratif, selalu mengintegrasikan semua kegiatan sehingga dihasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah
7) Rasional dan objektif, dalam melaksanakan tugas atau bertindak selalu mempertimbangkan rasio dan objektif.
8) Pragmatis, dalam menetapkan keputusan atau kebijakan kepala sekolah harus mempertimbangkan atau berdasar pada kondisi dan kemampuan yang nyata yang dimiliki sekolah,
9) Keteladanan, dalam memimpin sekolah harus memberikan contoh yang baik.
10) Adaptabel dan fleksibel, dalam melaksanakan tugasnya harus bisa adaftif dan pleksiber untuk menghadapi situasi dan menciptakan situasi kerja yang memudahkan staff beradaptasi.
B. Kemampuan Mengembangkan Manajerial
Sekolah masa depan ialah sekolah yang memiliki resistensi yang tinggi dan selalu serta siap tanggap akan arus modernisasi dan globalisasi. Dalam arti siap mengembangkan dampak positifhya dan siap mengurangi bahkan menghilangkan dampak negatifhya. Perlu kiranya seorang pengambil keputusan dan pelaksana keputusan yang padu dan baik secara managerial. Dalam MBS dimana kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan penting dalam sekolah harus memiliki kelebihan atau faham akan sistem manajerial dalam sekolah. Sehingga ia mampu mengsinergiskan berbagai kemampuan dan keberadaan sekolah baik kondisi minimal maupun maksimal untuk menghasilkan outcome yang maksimal secara efectif dan efisien.
Kepala Sekolah sebagai pengelola membutuhkan berbagai pengetahuan, kemampuan maupun ketrampilan agar dalam menjalankan flingsinya sebagai pengelola dapat berhasil. Analisis yang dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk mengembangkan dan menyusiin perencanaan strategik sekolah meliputi langkah-langkah:
1. Merumuskan misi sekolah mencakup keberadaan, filosofi dan tujuan.
2. Mengembangkan profile organisasi sekolah.
3. Menilai lingkungan internal dan eksternal (Analisis SWOT)
4. Menganalisis opsi dengan mencocokkan sumberdaya yang ada
5. Mengidentiflkasi opsi yang paling dikehendaki
6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum
7. Mengembangkan sasaran tahunan
8. Mengimplementasikan pilihan strategik
9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategik.
Pada waktu melakukan penilaian terhadap lingkungan eksternal dan internal sekolah, langkah awal yang dilakukan adalah:
b. Mengkaji sejauh mana kelebihan atau kekuatan sekolah (STRENGTH).
c. Mengkaji sejauh mana kelemahan sekolah (WEAKNESS)
d. Mengkaji kesempatan atau peluang yang ada (OPPORTUNITY)
e. Mengkaji ancaman maupun hambatan yang mungkin dihadapi (THREAT)
Pada intinya di level micro atau level sekolah tindakan logis untuk aplikasi
perencanaan adalah sebagai berikut:
Ketidakmungkinan karena keterbatasan kemampuan Kepala sekolah sebagai manusia, mengedapankan responsibilitas dan partisipatif, kebaikan karena kebersamaan (demokratis) maka penyusunan perencanaan tidak oleh satu orang kepala sekolah walaupun ujung-ujungnya kepala sekolah berperan besar dalam pengambilan keputusan. Biasanya dilibatkan elemen masyarakat (diwakili oleh dewan komite), wakil kepala atau guru dan staff, bahkan osis yang kompeten dalam bidangnya (kurikulum, kesiswaan, dana dan sarana serta Humas), untuk bekerja sama menyusun rencana satu tahun, lima tahun bahkan jangka panjang dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai efektif dan efisien.
Jenis perencanaan yang haus dimiliki adalah sebagai berikut ;
a. rencana jangka panajang, untuk 8 tahun atau lebih, rencana bersifat Jebih
umum dan hanya menyebutkan arah pengembangan atau visi, misalnya
dalam waktu 8 tahun pengembangan sekolah diarahkan untuk peningkatan
mutu pendidikan dengan ditandai kestabilan perolehan prestasi nilai ujian
di atas rata-rata. contoh lain prestasi karya ilmiah remaja.
b. Jangka menengah untuk 5 tahun, rencana jangke menengah harus sudah
lebih operasional dengan menyebut terget dibanding jangka panjang
misalkan rata-rata uan nilai 8. berikut disertai penjabaran garis besar
programnya misalkan peningkatan kualitas pembelajaran dengan
peningkatan sarana prasarana pembelajaran.
c. dan jangka pendek untuk satu tahun. Sudah harus rinci dengan
kegiatannya, dan dapat dipedomani dalam kegiatan sekolah sehari-hari
dengan prinsip-prinsip:
(a). mengacu pada tujuan, dalam arti harus berdasar tujuan yang akan
dicapai misalkan kasus target rata-rata nilai uan 8 berarti sudah
sepsipik sehingga bisa dijadikan pedoman untuk penyusunan program
dan pengukuran ketercaiapainanya (relevance, validity dan ujung-
ujungnya akuntael)
(b). dapat dilaksanakan, dalam arti mengerti akan kondisi/atmosfer
sekolah, sarana prasarana, tenaga dan biaya yang ada sebagai sumber
daya apa adanya untuk digali atau dikonservasi secara maksimal.
Dengan demikian rencana sekolah harus realistik atau tidak muluk-
muluk.
(c). Komfrehensif dan integrated, menyeluruh dan terpadu. Tidak mungkin
suatu rencana tidak berdampak pada yang lain atau dipengaruhi oleh
yang lain di dalam suatu sistem. Rencana penambahan sarana pasti
berdampak pada anggaran. Rencana peningkatan nilai rata-rata uan
pasti berhubungan dengan jam pelajaran, tenaga pendidik, ketahanan siswa dan anggaran, jumlah ruang, dll. Integrated berarti terpadu setiap komponen yang terkait hams dirancang bersinergi saling mendukung satu sama lain (terpadu). Misalkan keterpaduan tenaga pengajar, anggaran dan orang tua untuk peningkatan rata-rata nilai uan.
(d). Efektif dan efisien, mecapai tujuan dengan dana, sarana (sumberdaya) minimal. Penyesuian pengembangan benar-benar diarahkan untuk pencapaian target atau tujuan dan dengan menerapkan perencanaan tenaga, wakru, dana, sarana yang hams diperhitungkan secara hemat. Misal tidak perlu menggunakan 2 orang tenaga bila bisa dikerjakan oleh 1 orang. Tidak perlu biaya transportasi bila memang cukup dengan berjalan.
Untuk hal tersebut di atas langkah nyata yang perlu diprakarsai dalam perencanaan oleh seorang kepala sekolah sebagai perencana adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji kebijakan yang relevan, walaupun desentralisasi atau MBS diberlakukan bukan berarti total kebijakan ada pada kepala sekolah. Karena kebijakan tidak mutlak pada level mikro atau sekolah. Jadi perlu kajian kebijakan level makro nsional, regional Dinas Pendidikan (daerah),pengembangan sekolah walaupun karena pada hirarkinya sekolah di bawah pusat dan daerah, sehingga kiblat kebijakan condong pada keputusan pusat dan daerah. Berhubungan dengan kurikulum, pendanaan, dll. Perencanaan-perencanaan yang disusun tetap di dalam koridor kebijakan nasional dan daerah.
2. Menganalisis kondisi sekolah, mengetahui keadaan, kekuatan, kelemahan, atau kekurangan sekolah sehingga dapat diketahui betul kekuatan, kelemahan, peluang atau kesempatan, dan ancaman yang dihadapi sekolah. Dengan MBS sekolah lain bisa dianggap kompetitor, karena di dalamnya ada unsur persaingan kepercayaan dan responsibel dari masyarakat juga stakeholdernya. Hal ini perlu data yang akurat dan analisis khusus sehingga jika perlu menggunakan tenaga ahli. Biasanya dianjurkan menggunakan analisis SWOT(strenght, weakness, opportunity, threat).
3. Merumuskan tujuan, berdasarkan kebijakan yang berlaku dan hasil analisis kondisi sekolah, dirumuskan tujuan yang ingin dicapai. Rumusan yang baik adalah harus menggambarkan prilaku atau kondisi, setelah program dilaksanakan dan terukur. Jika tujuan jangka menengah sudah ada maka selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan jangka pendek.
4. Mengumpulkan data dan informasi, data yang dikumpulkan adalah data yang berkesesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu komponen-komponen atau faktor-faktor yang diduga berkaitan dengan tujuan. Misal tujuan pencapaian nilai rata-rata UAN 8 maka data yang terkait adalah data guru, siswa, kurikulum, perpustakaan, jadwal pelajaran, pola UAN dan sebagainya. Baik data kualitatif maupun kuantitatif.
5. Menganalisis data dan informasi, data yang sudah terkumpul dianalisis secara cermat komprehensif bila perlu secara statistik untuk lebih signifikan dan valid, kemudian ditafsirkan, baik masing-masing komponen secara terpisah maupun penafsiran berhubungan antar komponen.
6. Merumuskan dan memilih alternatif program, berdasarkan hasil analisis kemudian dikembangkan kearah penemuan alternatif program untuk pencapaian tujuan yang akan ditetapkan. Sebaiknya ditetapkan lebih dari satu program. Sehingga memungkinkan untuk membandingkan dan mengevaluasi untuk memilih yang terbaik. Dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai efektif dan efisien.
7. Menetapkan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan, sebelum pelaksanaan alternatif yang dipilih perlu dijabarkan terlebih dahulu secara rinci sampai dengan tahap-tahap pelaksanaannya sebagai berikut :
a. sasaran yang ingin dicapai
b. kegiatan untuk pencapaian sasaran
c. siapa pelaksana dan penenggungjawab
d. kapan waktu pelaksanaannya
e. sarana dan prasarana
f. dana yang diperlukan
Itulah tahap-tahap secara nyata menjadi wujud prinsip-prinsip perencanaan sekolah masa depan.
BAB - IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari kajian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Damand of Change, manusia fitrahnya seslalu ingin berubah, selalu ingin yang lebih baik. Sehingga kondisi dunia pun berubah maka terjadilah seperti yang kita sebut sekarang ini modernisasi dan globalisasi. Pendidikan sebagai hidup dan kehidupan pun tidak terlepas dari perubahan tersebut.
Sekolah mengandung arti sebagai sistem managemen, dimana didaJam terkandung unsur-unsur manajerial. Planning, Oragnizing, Actuating, Controling dimana sumberdayanya adalah internal (kepala sekoJah, peserta didik, tenaga penagajar, adminstrator (TU) dan sarana) dan ekstemal (stake holder, pemerintah pusat, daerah dan masyarakat).
Atas dasar fitrah manusia sebagai khalifah untuk berubah dan perubahan dunia pada umumnya serta sekolah sebagai manajemen maka memunculkan sosok sekolah masa depan dimana sekolah dengan kondisi yang siap dan selalu mengikuti perkembangan zaman dalam arti mampu mengurangi bahkan menghilangkan efek globalisasi dan modernisasi dan menerima bahkan mengembangkan efek positif dari modernisasi dan globalisasi (Resistan = tahan banting untuk maju dan berkembang) dengan manifestasi condong Iebih demokratis atau responsif terhadap kastemer seperi halnya da^am dunia usaha. Buktinyatanya adalah pemberlakuan MBS dalam sekolah-sekolah di Indonesia.
Untuk menanggapi hal tersebut di atas diperlukan sosok figur kepala sekolah masa depan, sebagai garis akhir penentu kebijakan sekolah. Dengan kemampuan superb pada leadership (kepemimpinan) dan manajeriaJ salah saru diantaranya. Kemampuan ia sebagai planner. Sekolah masa depan adalah sekolah yang memiiiki visi misi kedepan bahkan kalau bisa mampu mengendalikan masa depan maka disinifah pentingnya sekolah dipimpin oleh futuristic planner (kepala sekolah yang memiiiki visi misi kedapan atau dengan perencanaan-perencanaa yang matang, akurat dan penuh pertanggungjawaban terhadap kastemernya).
Daftar Pustaka
Mulyasa, E. ( 2009 ). MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Rosdakarya.
Bandung.
PPS Uninus,( 2008 ).Jurnal N E R. Redaksi PPS Uninus Bandung- Jawa Barat.
...........................( 2010 ). Catatan Perkuliahan Manajemen Organisasi dan Personel Pendidikan. Bandung. Program Pasca Sarjana Uninus.
---------------------( 2010 ). Catatan Perkuliahan Globalisasi dan Standarisasi Pendidikan. Bandung. Program Pascasarjana Uninus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar